
SEJARAH LAHIRNYA PENGADILAN AGAMA JENEPONTO
Pengadilan Agama Jeneponto dibentuk pada bulan Desember 1962, pembentukan Pengadilan Agama Jeneponto berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 1957 tertanggal 11 September 1957 tentang pembentukan pembentukan Pengadilan Agama didaerah-daerah di luar Jawa dan Madura.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) tersebut sekaligus disebutkan daerah-daerah mana yang akan didirikan Pengadilan Agama secara berturut-turut, termasuk Pengadilan Agama Jeneponto terdapat dalam nomor urut 80. penetapan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 29 Mei 1962.
Namun demikian pada awal berdirinya Pengadilan Agama Jeneponto waktu itu hanya memiliki 2 orang pegawai, yaitu KH. M. Rafi’ sebagai Ketua dan Jata Dg. Tarang sebagai pesuruh.
Dengan kondisi seperti diatas, praktis Pengadilan Agama Jeneponto belum dapat berbuat apa-apa. Sidang-sidang belum diadakan mengingat kelengkapan sebuah lembaga peradilan belum tersedia. Hakim hanya seorang dan Panitera belum ada, padahal sebuah persidangan hanya dapat dilaksanakan apabila unsur-unsur tersebut ada.
Bukan hanya dari segi sumber daya manusianya yang menyebabkan Pengadilan Agama Jeneponto belum dapat memenuhi fungsinya sebagai lembaga peradilan, tetapi juga dari segi sarana fisik (perkantoran), alat-alat administrasi dan pendukung lainnya sangat minim, sehingga kadang-kadang digunakan uang pribadi ketua.
Sebagai tempat pelaksana segala aktifitas peradilan, Pengadilan Agama Jeneponto untuk sementara waktu menggunakan sebuah rumah sakit yang berhadapan dengan Pengadilan Negeri Jeneponto Waktu itu, di rumah sakit itulah Pengadilan Agama Jeneponto melayani masyarakat pencari keadilan.
Dalam kurun waktu tahun 1962 sampai dengan tahun 1964, Pengadilan Agama Jeneponto dapat dikatakan sebagai tahap-tahap pembenahan mendasar. Dengan demikian, tugas-tugas yang seharusnya diemban sebagai sebuah lembaga peradilan belum berjalan sebagaimana wajarnya. Hal ini dapat dimaklumi, sebab dengan kondisi yang sangat minim, baik dari segi tenaga (personil) maupun sarana pendukung (administrasi dan perkantoran).
Akan tetapi setiap orang yang akan berperkara, tidak mengajukan permohonan atau surat gugatan, melainkan diproses secara verbal, tetapi sebelumnya diselesaikan secara musyawarah di desa masing-masing oleh tokoh masyarakat. Nanti setelah tokoh masyarakat tidak bisa menyelesaikannya, baru dibawah ke pengadilan untuk diproses lebih lanjut.
Pada awal tahun 1962 Pengadilan Agama Jeneponto yang pada awal berdirinya menggunakan rumah sakit umum atas perintah pemerintahan setempat. Keadaan ini berlangsung sampai akhir tahun 1972.
Kemudian dipindahkan ke Kantor Departemen Agama, sebab pada saat itu Kepala Kantor Departemen Agama yang meminta supaya Bertempat di Kantor Departemen Agama tersebut, maka disediakanlah sebuah ruangan untuk pegawai Pengadilan Agama Jeneponto, akan tetapi pada waktu itu antara Kepala Departemen Agama dan Kepala Pengadilan Agama Jeneponto terjadi persaingan, maka Kantor Pengadilan Agama Jeneponto dipindahkan ke Islamic Centre, yang dijadikan sebagai tempat pencari keadilan.
Di Islamic Centre tersebut itulah Pengadilan Agama Jeneponto mulai berusaha melengkapi segala kebutuhan dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas-tugas peradilan. Personil Pengadilan mulai bertambah, Kantor diperbaiki dan sarana-sarana penunjang lainnya dibenahi.
Berkat ketabahan, usaha dan kerja keras yang dilakukan oleh para pejabat Pengadilan Agama Jeneponto pada saat itu, nampaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga pada awal tahun 1975, Pengadilan Agama Jeneponto mulai mendapat anggaran belanja yang memadai serta tambahan tenaga personil.
Menjelang akan diberlakukannya undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Pengadilan Agama Jeneponto mulai sibuk mempersiapkan diri dalam mengantisipasi Undang-undang tersebut. Sebab, seperti diketahui bahwa dengan berlakunya Undang-undang tersebut, maka tugas-tugas Pengadilan Agama bertambah banyak. Pengadilan Agama Jeneponto mengusulkan tambahan tenaga-tenaga trampil dalam rangka menangani masalah tersebut.
Satu hal yang agak sedikit menyedihkan warga Pengadilan Agama Jeneponto saat-saat persiapan itu, yaitu pada saat KH. M. Rafi’ dimutasi ke Jawa, apalagi KH. M. Rafi’ merupakan tokoh yang sangat gigih berjuang dan sangat disegani oleh aparatnya, warga Pengadilan Agama Jeneponto merasa sangat kehilangan.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diatas, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Ujung Pandang mengangkat KH. M. Dahlan sebagai pengganti KH. M. Rafi’, kemudian digantikan oleh K.H. Ahmad Dg. Mappuji, warga Jeneponto asli, yang tentunya lebih gigih lagi berjuang, terutama untuk mendapatkan sebidang tanah dari pemerintah tingkat II Jeneponto untuk pembangunan sebuah kantor. Akan tetapi belum sempat cita-cita tersebut terwujud KH. Ahmad Dg. Mappuji berhenti dari jabatannya karena memasuki masa pensiun. Kemudian diganti oleh Abdullah Umaeri, beliau juga adalah warga Jeneponto Asli, sebagaimana halnya KH. Ahmad Dg. Mappuji yang gigih berjuang untuk mendapatkan sebidang tanah untuk pembangunan sebuah kantor, demikian pula halnya Abdullah Umaeri. Sebab pada waktu itu Pangadilan Agama Jeneponto masih bertempat di Islamic Centre, akan tetapi kita manusia biasa hanya bisa merencanakan, sebab sebelum cita-cita Abdullah Umaeri terwujud, Beliau dimutasi ke daerah lain, kemudian diganti oleh Drs. Ahmad Kadir, dimana beliaulah yang melanjutkan cita-cita Abdullah Umaeri, namun belum sempat juga terwujud apa yang dicita-citakan Drs. Ahmad Kadir dimutasi ke daerah lain.
Pada awal tahun 1978, Ahmad Kadir diganti oleh H. St. Maliha Kr. Layu, pada tahun itu pula warga Pengadilan Agama Jeneponto mendapatkan sebuah bangunan diatas sebidang tanah pemberian pemerintah daerah tingkat II Jeneponto, kantor itu terletak dijalan M. Ali Dg. Gassing itu mulai dibangun pada awal tahun 1977 dan diresmikan pada akhir tahun 1979.
H. St. Maliha Kr. Layu menjabat sebagai ketua pelaksana Pengadilan Agama Jeneponto selama kurang dari 2 tahun (1978-1980).